(Manila, Filipina) Demo Massa 15-21 September 2025

Ekstrak:

Filipina demo tanggal 15 hingga 21 September 2025 dipicu oleh skandal kasus korupsi proyek pengendalian banjir. Para pengunjuk rasa tersebut berasal dari elemen yang bervariasi, mulai dari pebisnis, pemimpin gereja hingga pensiunan militer.

Dalam tiga tahun terakhir, Filipina telah menggunakan dana untuk proyek mitigasi bencana banjir kisaran 545 miliar peso. Kendati begitu, beberapa proyek diklaim tak memenuhi standar dan tidak ada dalam laporan.

Adapun unjuk rasa dilakukan dengan formasi atau skala kecil. Mengutip laporan Inquirer News, demo pertama tanggal 15 September 2025 dilakukan di Philippines University.

Pada 16 September, ada pula aksi demonstrasi oleh pihak Universitas Politeknik Filipina bertajuk “Protes Senin Hitam”. Dilanjutkan dengan demo mogok transportasi secara nasional mulai 17-19 September.

Selain itu, terdapat pula gelaran rapat umum rakyat Laban di Katiwalian (18/9), pemogokan transportasi piston (19/9), dan protes kepada DPWH Kota Quezon (20/9) mendatang. Adapun puncak massa membludaknya dispekulasikan terjadi pada Minggu (21/9) nanti.

Aksi tanggal 21 mendatang akan berbarengan dengan protes masyarakat tentang deklarasi darurat militer Filipina tahun 1972. Masyarakat akan hadir di Taman Rizal untuk menggelar aksi demo massal besar-besaran tersebut.

Marcos selaku pemimpin negara sudah memberikan respons terkait permasalahan korupsi tersebut. Bahkan, sudah merencanakan aksi penyelidikan terhadap persoalan yang berimbas demo ini.

Mengutip laporan AP News, Marcos telah mengungkapkan kasus korupsi tersebut melalui pidato tahunan kenegaraan bulan Juli lalu. Dalam rencana penyidikan kasus penyelewengan dana itu, ia berjanji untuk tak pandang bulu.

Presiden Filipina ini sudah menunjuk Andres Reyes, Eks Hakim Mahkamah Agung, sebagai kepala badan investigasi kasusnya. Beberapa nama Dewan Perwakilan Rakyat, Senat, dan legislator sudah masuk dalam daftar terduga.

Tepatnya pada pekan lalu, sejumlah pihak konstruksi telah menduga 30 anggota DPR dan pejabat Dinas Pekerjaan Umum Filipina terlibat. Mereka diklaim telah mendapatkan uang tunai.


Baru-baru ini terjadi kekerasan dalam protes di negara Asia Tenggara lainnya, Indonesia. Para demonstran, yang geram dengan kekerasan polisi, tunjangan mewah anggota parlemen, inflasi yang melonjak dan lowongan kerja yang menurun, telah menggelar unjuk rasa nasional.

Para demonstran di Manila sebelumnya mengibarkan bendera Filipina dan membentangkan spanduk bertuliskan, “Tidak lebih, terlalu banyak, penjarakan mereka,” sambil berbaris, menuntut penuntutan semua yang terlibat korupsi.

“Saya merasa tidak enak karena kami terjerumus dalam kemiskinan dan kehilangan rumah, nyawa, dan masa depan, sementara mereka meraup kekayaan besar dari pajak kami yang digunakan untuk membeli mobil mewah, perjalanan ke luar negeri, dan transaksi korporasi yang lebih besar,” kata aktivis mahasiswa Althea Trinidad kepada kantor berita The Associated Press.

“Kami ingin beralih ke sistem di mana orang-orang tidak lagi dilecehkan.”

Menurut perkiraan pemerintah kota, protes Ahad pagi di Taman Luneta menarik hampir 50.000 orang.

Kemarahan publik semakin memuncak atas apa yang disebut sebagai proyek infrastruktur hantu sejak Presiden Ferdinand Marcos Jr. menyoroti skandal tersebut pada Juli dalam pidato kenegaraan tahunannya.

Marcos kemudian membentuk komisi independen untuk menyelidiki apa yang disebutnya sebagai anomali dalam mayoritas dari 9.855 proyek pengendalian banjir yang bernilai lebih dari 545 miliar peso.

Kemarahan publik semakin memburuk setelah pasangan kaya, Sarah dan Pacifico Discaya, yang mengoperasikan beberapa perusahaan konstruksi, memenangkan kontrak pengendalian banjir. Mereka pun kerap menampilkan puluhan mobil mewah dan SUV Eropa dan AS yang mereka miliki.

Marcos mengatakan pada Senin bahwa ia tidak menyalahkan orang-orang karena memprotes skandal tersebut “sedikit pun” meski menyerukan agar demonstrasi berlangsung damai. Presiden menambahkan bahwa militer berada dalam “siaga merah” sebagai tindakan pencegahan.

Melaporkan dari Manila, Barnaby Lo dari Al Jazeera mengatakan protes tersebut dipimpin oleh gereja-gereja Kristen dari semua denominasi, tetapi Gereja Katolik “secara historis” telah mampu “menggerakkan rakyat Filipina”.

“Bukanlah suatu kebetulan bahwa protes ini terjadi pada 21 September, yang merupakan peringatan deklarasi darurat militer oleh mantan Presiden Ferdinand Marcos Sr. dan berlangsung di jalan raya tempat dua revolusi kekuatan rakyat terjadi,” kata Lo.

Lo menambahkan bahwa para pengunjuk rasa menginginkan presiden untuk melembagakan “reformasi berkelanjutan” yang akan “membasmi segala peluang korupsi di tingkat pemerintahan mana pun”.

Aly Villahermosa, seorang mahasiswa keperawatan berusia 23 tahun, mengatakan bahwa ia telah mengarungi banjir di negara yang rawan badai tersebut.

“Jika ada anggaran untuk proyek-proyek bayangan, mengapa tidak ada anggaran untuk sektor kesehatan?” katanya, seraya menambahkan bahwa pencurian dana publik “sungguh memalukan”.

Sumber: 1; 2